Kamis, 28 November 2013

MEMBACA, LALU MENULISLAH! ^^

Tulisan ini terinspirasi setelah saya menonton tayangan negeri 5 menara, mungkin sudah yang kesekian kalinya saya memutar film ini. Bukan karena saya begitu tertarik melihat sesosok Alif  si  photografer yang cerdas itu, Namun karena film ini adalah sebuah film yang mengisahkan tentang kegigihan para shohibul menara yang memiliki visioner dan cita-cita yang tinggi dalam menaklukkan dunia.  saya rasa film ini sudah tak asing lagi di mata teman-teman semua.

“kamu bisa merubah dunia hanya dengan kata-kata”

Itu adalah kutipan salah satu scene film “Negeri 5 Menara” ketika Alif akan mendaftar menjadi seorang Jurnalis di Ma’hadnya. Nah yang disebut mengubah dunia dengan kata-kata itu tak sepenuhnya dengan kalimat verbal, karena pada dasarnya kalimat verbal hanya akan terucap sekali dan selanjutnya akan punah ditelan waktu. Namun saya rasa “dengan kata-kata” atau pada terjemahan arabnya “bil kalimah” disini lebih mengerucut pada sebuah tulisan. Dimana dengan sebuah tulisan, kau akan abadi dan dunia akan lebih mengenalmu.

Guys.. Ibaratkan kita ingin membuat masakan yang enak, kita kan juga harus tau resepnya, bukan hanya pintar mengupas bawang atau cabe, melainkan bagaimana cara kita memadukan bahan-bahan tersebut menjadi masakan yang enak. (berasa udah pinter masak aja, hehe) nah sama juga dengan halnya menulis, terkadang yang menjadi problematika adalah bagaimana kalau kita belum mampu menulis dengan baik? (ah, kata siapa...merem sambil nulis A,B,C juga uda mahir kok).

Akhir-akhir ini saya begitu bersemangat untuk memainkan jari di atas laptop, bermain kata atas hati yang berbicara. Tapi tak jarang ketika ide di otak saya sedang meletup-letup justru saya terkendala untuk menuliskannya dengan kekuatan bahasa maupun diksi yang indah. Akhirnya saya sering membuka artikel atau tulisan seseorang yang selalu membuat saya tertarik untuk membacanya, ada magic yang berhasil menyeret saya masuk dalam keindahan kata, serta kerapian tulisannya. Semisal blog mbak asma nadia, kakek jamil azzaini, dokter berpeci  dan mas ervan abu nangim. Hampir setiap hari saya membaca tulisan terbaru kakek jamil yang memang di posting setiap hari di web dan tulisan mas ervan juga selalu terbit di blog setiap senin dan kamis. Banyak hal inspiratif yang dimuat dalam berbagai tulisan itu, dan saya suka. Mengingat problema menulis tadi, Saya pun makin penasaran dengan resep yang di pakai oleh mereka.

Akhirnya, rasa penasaran itu membawa saya pada jurusan “kepo” (istilah yang begitu marak di kalangan remaja) saya cari tau resep yang dipakai oleh asma nadia, dan yang saya dapatkan dari wanita penuh semangat, optimis juga humoris ini adalah “semua dimulai dari niat yang teguh, motivasi, itulah modal awal untuk menjadi seorang penulis “ namun, terkadang beliau juga seringkali mengalami stagnasi dalam menulis, sehingga beliau berujar “banyak membaca dan tingkatkan jam terbang menulis

Jleb! ada satu kata yang membuat saya tertegun “membaca”. Sudah kah kita melakukan hal yang satu ini? Ah rasanya ada sebuah penyesalan terdalam, tak heran jika tulisan saya masih ecek-ecekan, karena saya pun belum istiqomah dalam membaca buku. Hal ini membuat saya teringat pada masa SMA, buku bacaan yang iseng saya pinjam dari perpustakaan sekolah namun berhasil membuat saya  jatuh hati pada pengarangnya. Judul bukunya “agar bidadari cemburu padamu” karya Ust. Salim A. Fillah.

karya.riyanputra.com. Mengisyaratkan Bahaya (Ketegangan
Tidak jauh beda dengan resep dari asma nadia, namun hal yang paling mencengangkan adalah ketika kelas 5 SD, beliau sudah belajar sejarah, biografi tokoh, filsafat, dan psikologi. Semua itu beliau pertegas di paragraf-paragraf selanjutnya bahwa hobi beliau untuk membaca memang begitu dahsyat. Kalau ada yang pernah baca bukunya Ust. Salim, pasti heran banget itu buku banyak banget rujukan nya ataupun pengarang yang beliau kutip. Sejak duduk di sekolah menengah, beliau sudah aktif sekali menulis artikel-artikel meskipun kenyataannya artikelnya tidak pernah ada yang dimuat media maupun pernah menang lomba kepenulisan. Tapi semangat beliau untuk membaca dan menulis sungguh amat sangat gigih sekali. Tak pernah merasa jatuh. Tetap kokoh dengan semangatnya.

Lagi lagi hati ini tertegun, mengingat zaman kelas 5 SD saya yang jauh berbeda dengan beliau. ah, mungkin teman-teman  paham  apa yang saya lakukan.  Saya lebih banyak disibukkan dengan bermain game super mario, boneka barbie atau lebih banyak menghabiskan waktu berlibur dengan teman sebaya. Kalaupun harus membaca, ya paling-paling sebatas pelajaran sekolah yang di baca abis shubuh. Sangat berbeda dengan sosok beliau, padahal sama-sama SD yah, Cuma hoby nya aja yang berbeda. Padahal kalo di ingat dari kelas 1 SD, orang tua saya sudah berlangganan majalah bobo dengan tujuan melatih minat baca anaknya. Yah ujung-ujungnya yang dibaca hanya sekedar komik bergambar bona, ataupun cerpen yang memuat gambar lucu, setelah itu juga jadi sampah atau kertas yang dilipat berbentuk perahu. Hehe gak beres kan?

Lalu terlintas dalam pikiran saya, apa kabar anak kelas 5 SD sekarang? Apa kabar pemuda sekarang? Sudahlah! cukup menjadi muhasabah bagi saya dan teman-teman semua. Yang jelas, saya berjanji akan mengarahkan anak saya kelak untuk memprioritaskan waktunya dengan membaca. Jangan sampai mengulang sejarah kelam dari bunda nya ini, lalu inti dari pembicaraan saya yang cukup panjang ini adalah “MEMBACA ITU PENTING” bukankah wahyu pertama yang allah turunkan kepada nabi muhammad adalah “iqra” BACALAH !. Dari membaca, teman-teman  akan memiliki banyak hal, semakin banyak membaca maka semakin banyak hal yang teman-teman punya dan orang lain tak punya. Hidup ini persaingan, dan dunia hanya mau menerima orang-orang terbaik, serta salah satu upaya untuk menjadi orang terbaik adalah dengan membaca. Tak peduli bacaan apapun itu, yang pasti positif dan bermanfaat. Dari membaca nanti kita akan lebih sedikit naik level yang lebih tinggi, yakni menulis. Karena menulis tanpa membaca adalah omong kosong dan membaca tanpa menulis adalah kerugian. Tulisan yang baik adalah tulisan yang memiliki kekuatan besar baik dalam gaya bahasa, diksi, ataupun kekuatan untuk membawa pembaca masuk dalam nuansa tulisan, dan tak dapat dipungkiri penulis yang seperti ini harus banyak sekali memiliki refrensi bacaan.

START NOW  GUYS...!

“ngak harus kaya untuk bisa travelling ke berbagai negara.
Tapi buat dirimu berdaya. Isi waktumu dengan berprestasi dan membangun eksistensi.
Jilbab bukanlah pembatas mimpi”
_Asma Nadia_



27 November 2013

Ditulis oleh gadis bergamis ungu, KKI 2012

Minggu, 24 November 2013

FA FIRRU ILALLAH! :)

“Fa firruu ilallah”—sudah hafal dengan kalimat perintah tersebut? itulah potongan ayat dalam surah Az-Zariyat ayat 50 dalam kitab Peringatan-Nya. Begitu saya membaca kalimat ini rasanya ada magnet yang mendorong saya untuk membaca terjemahannya. Oh rupanya..”maka bersegeralah kembali (mentaati) Allah”. Dengan spontan saya langsung mengucapkan kepada teman yang baru saja pulang dari kampus, dan hendak mendirikan shalat maghrib, ia sudah memakai mukena dan menghamparkan sajadah, “Mus, fa firruu ilallah!”. Responnya? Sedikitpun Mustika tak menoleh, ada rasa sedikit kecewa sih.. tapi terobati karena ia segera mengangkatkan tangan dan “Allahu Akbar”, suaranya lirih. Dalam benak saya, “Oh Mustika udah paham tho”, lanjut membaca terjemahan ayat lainnya.

Usai salam ia langsung bertanya pada saya, “Eh Din, tadi kamu bilang apa sebelum aku shalat?” nadanya yang selalu antusias kalau bertanya dan serius. (Hadew -_- kirain udah paham :D). “Fa firruu ilallah!” sambil setengah mengacungkan telunjuk. Hehe. “Artine opo e?” tambah antusias. Segera saya cek ulang kalau-kalau ada yang salah, ”maka bersegeralah kembali (mentaati) Allah, Mus..”. “Oh jadi kamu nyuruh aku kembali kepada Allah setelah pulang dari kampus?” senyumnya menyeringai. “Eh, bukan aku yang nyuruh lah, Mus… Udah jelas Allah yang nyuruh langsung…”, nada so’ tegas. “Iya e Din, berarti dalam keadaan apapun kita harus tetap kembali pada Allah ya, lagi capek, lagi sedih, lagi seneng, ah pokonya dalam keadaan apapun”. “hehe..siipp banget, Mus”, giliran si jempol yang diacungkan.


Nah, ini nih yang sering kita abaikan. Begitu banyak kalimat peringatan yang Allah Swt. tujukan kepada kita melaui media komunikasi-Nya, Al-Qur’an, tapi kita tak menggubris sedikitpun untuk menjalankan perintah-Nya Yang Agung. Tagihan biaya sekolah, tagihan listrik, tagihan kreditan, dsb justru sering kali menempati posisi lebih utama untuk ditanggapi dibandingkan dengan peringatan dari Sang Maha Pemberi itu semua. Kita justru membenturkan diri pada dalih-dalih bandel, “Kalau nggak segera saya lunasi kan nanti dikeluarkan dari sekolah. Kalau nggak cepet-cepet dibayarkan kan malu sama tetangga. Bla, bla, bla :p”. Wah, berasa semuanya emergency banget alias kepepet.

Biar Allah yang urus, boss.. bukankah segala urusan itu datangnya dari Allah? Setelah kita berdo’a dan berusaha kan eksekutornya Allah… serahkan semuanya pada Allah, bukan kepada tetangga yang siap minjemin duit. Hehe.. penjaminannya kan juga telah disebutkan berkali-kali, “Dialah Yang Maha Pemberi”.

Tidak sembarang lho Allah melontaran kalimat peringatan-Nya. Peringatan-Nya tentang apapun dalam Al-Qur’an dilatarbelakangi oleh ulah kaum-kaum yang sudah kelewat batas, ada Kaum Nabi Nuh yang dibinasakan oleh banjir besar, Kaum Nabi Luth yang dihujani batu, dan ada juga Fir’aun beserta kaumnya yang ditenggelamkan di laut Merah atas kesombongannya karena mengaku dirinya sebagai tuhan. Naudzubillah kalau kita termasuk golongan yang melampaui batas.

Begini, saat kita dirundung kegalauan maka segeralah perintahkan secara otomatis diri kita 
untuk tergerak kembali pada-Nya, berdo’a, curhat sama Allah, minta diberi petunjuk, kemantapan hati, de el el apapun permintaan kita. Begitupun saat kita senang, gembira, mendapat kenikmatan, maka segera berucap syukur, “barangsiapa yang bersyukur maka akan ditambahkan kenikmatannya, barangsiapa yang kufur maka tunggulah azab yang pedih”. Dengan cara itulah kita tunjukkan ketaatan kita sebagai  seorang hamba yang ‘melek’ atas peringatan yang Allah lontarkan.
Yuk, sama-sama kita mulai perhatian atas perhatiannya Allah kepada kita. Jangan sampai karena begitu congaknya kita karena tak menggubris peringatan Allah lantas Allah memberi punishment-Nya, berupa kebutaan mata, hati, dan pikiran kita. 
naudzubillah min dzalik!


Mustika bilang, dalam keadaan apapun kita harus tetap kembali pada Allah. Ustadz Yusuf Mansur bilang,  Allah dulu, Allah lagi, Allah terus. Terkahir, saya bilang, kiblatkan segalanya hanya pada Allah. J


Dini Fitrah Eristanti

Kamis, 14 November 2013

Bahasa & Kita



“Enough ! Stop it !“, Juki.
“Don’t yell at me !”, Bang Uyan.
Mak Juki, “Cukup ! Gue baru aja kehilangan bayi gue, kenapa gue juga harus kehilangan bangsa gue di rumah gue sendiri ?!”
Dialog ini saya kutip dari sebuah sinetron religi yang tayang pada Romadlon lalu. Apa yang diucapkan oleh Mak Juki, menyiratkan sebuah ideologi yang hilang yakni ; Bahasa sebagai identitas sebuah bangsa.

Penobatan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional membuat hampir seluruh negara mewajibkan penduduknya untuk bisa berbahasa Inggris. Di Indonesia sendiri, hal ini dilakukan dengan memasukkan pelajaran bahasa Inggris dalam kurikulumnya. Dan tidak tanggung-tanggung, bahasa Inggris diberikan sejak siswa masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak.

Bukan hal yang buruk memang. Hanya entah sejak kapan terbentuk sebuah paradigma bahwa ia yang cakap berbahasa Inggris adalah “keren”. Orangtua bangga jika anaknya yang Balita mampu menyebutkan nama-nama benda dalam bahasa Inggris. Para remaja merasa gagah bila lancar “cas cis cus” bahasa Inggris. Lantas dimana posisi bahasa Indonesia kita tempatkan ?

Sudah sedemikian tergeser posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional kita.
Bahasa sebagai salah satu instrumen dalam komunikasi manusia menjadi indikator yang cukup jelas mencerminkan pribadi/karakter penggunanya. Maka ketika kita merasa “keren” berbahasa asing, bukankah itu cukup menjelaskan karakter bangsa kita yang memang sering merasa bangga dengan “barang” milik orang lain. Tak hanya itu, faktanya kini muncul istilah-istilah yang lazim kita ketahui disebut dengan “bahasa alay”. Penggunanya, tentu saja generasi muda. Kata-kata seperti “ciyuuz”, “miapah”, “clalu”, “chayank” dan banyak lagi, ini sedang sangat digandrungi oleh anak-anak muda. Sepintas memang tak ada masalah. Sah-sah saja bukan untuk menggunakan bahasa semau kita ? mau kita ucapkan seperti apapun, atau kita tulis bagaimanapun, asal lawan bicara kita mengerti, ya boleh saja !. “lagian kan Cuma becanda..!” begitu dalih mereka.

Tanpa disadari, ada nilai-nilai yang “terbunuh”. Keseriusan salah satunya. Setiap hal yang terjadi dalam hidup dihadapi dengan ringan. “jangan terlalu serius lah.. nanti malah stres.” Itu komentar yang terlontar ketika ada salah satu pihak mengkritisi fenomena “bahasa alay” tersebut. Tapi ini memang serius.

Ajip Rosidi dalam rubrik Stilistika yang  dimuat oleh koran Pikiran rakyat menulis, bahasa selalu berubah. Dan perubahan ini mempengaruhi cara berfikir, mempengaruhi konsep diri dan mempengaruhi sistem nilai di masyarakat. Karena seringkali perubahan bahasa ini tidak dibarengi dengan konsep yang jelas sehingga membuat bias makna hakikinya. Itulah yang terjadi saat ini. Bukan bahasa Indonesia yang baik dan benar yang digunakan, melainkan bahasa alay yang merusak tatanan bahasa.

Degradasi nilai-nilai kehidupan salah satunya melalui bahasa, dan sasarannya tentu saja generasi muda. Jadi harus ada rekonstruksi nilai yang dimasukkan dalam pelajaran bahasa di sekolah-sekolah. Mesti ada kerjasama dari setiap elemen masyarakat agar bahasa yang santun tetap hidup. Agar generasi muda tetap merasa “gagah” berbahasa Indonesia yang baik dan benar, dan tidak meng’alay’kan terminologi-terminologi yang ada.

Karena kita sebagai pengguna bahasa menjadi cerminan karakter bangsa kita, bangsa Indonesia.

Iim Halimatus sa'diah
KKI 2012

Rabu, 13 November 2013

PROSPEK DI TAHUN BARU: Muhasabahkan!


“Alhamdulillah segala puji bagi-Mu, yaa Rabbana… tiadalah nikmat yang tak patut kami dustakan selain dari-Mu Yang Maha Penyayang, Maha Pengasih, dan Maha Sempurna.. maafkan segala penghambaan kami selama ini yang jauh dari kata kesempurnaan untuk mengabdi semata hanya pada-Mu.. Ampuni segala kekhilafan kami sebagai manusia yang dhaif, lalai dalam menegakkan perintah-Mu, dan lengah dalam memohon ampun dari-Mu…”

Tahun baru merupakan moment segala pengharapan mulai kembali dirumuskan dan didesain. Layaknya pintu gerbang yang dipenuhi segala angan dan cita-cita baik yang belum terwujud maupun target baru yang ingin dicapai. Agaknya tema ini cukup membosankan, karena sering kali kita bahas di setiap pergantian tahun hijriyah maupun masehi. Tapi alangkah baiknya dengan merumuskan dan mendesain kembali rencana-rencana hidup kita, yaa istilahnya me-refresh.
Prospek itu kan arti lain dari harapan, target, atau tujuan. Seseorang yang sudah jelas merumuskan spesifikasi prospek hidupnya maka dipastikan program hidupnya akan terarah disebabkan perencanaannya yang matang, walau kitapun sebagai manusia tidak akan bisa terlepas dari turut campur kuasa-Nya. Me-refresh prospek kita di tahun lalu pun tidak kalah penting untuk diintropeksikan di tahun baru ini. Tak usah merasa gagal pada pencapaian yang belum terlaksana, toh jadikan itu sebuah bahan refleksi untuk kita renungi dimana letak alasan internal maupun eksternal sehingga target tersebut belum tercapai.
Nah, pada malam 1 Hijriyah lalu saya mengirim pesan singkat di sms, WhatsApp dan membuat status di facebook; “Apa prospek teman-teman di tahun 1435 H?”.. wah saya cukup takjub dengan atensi teman-teman yang membalas maupun yang berkomentar. Saya simpulkan bahwa mayoritas resonden ingin meningkatkan kualitas diri dan intensitas ibadah. Saya ingin istiqomah dalam ibadah, saya ingin lebih dekat dengan Allah, saya ingin menamatkan hafalan saya, saya ingin membiayai kuliah sendiri, saya ingin menjadi insan yang berdayaguna, saya ingin menjadi mahasiswa yang berprestasi di hadapan Allah dan orangtua, saya ingin mendapat beasiswa, saya ingin segera menyelesaikan skripsi, saya ingin nikah, dan….saya ingin, saya ingin yang lainnya.
Tentu masing-masing dari kita memiliki prospek yang berbeda, tergantung pada kebutuhan, keinginan dan motivasi. Beruntunglah bagi mereka yang memiliki ketiga itu karena berlandas keimanan pada Sang Maha Pemberi, bukan sekedar dorongan nafsu untuk memperoleh materi. Konteks dari berbagai prospek pun selayaknya disandarkan dan tetap berkiblat pada pengharapan ridho Allah Swt. Karena apa yang kita inginkan tidak akan Allah wujudkan jika menjalaninya dengan cara, jalan dan niat yang tidak diridhoi-Nya. Maka selipkan dalam do’a kita “jika Engkau meridhoi, maka mudahkanlah”.
Yuk, muhasbahkan diri dan hati kita dimana letak kekhilafan kita, bisa jadi belum terealisasinya target kita disebabkan oleh dosa kita yang tidak pernah disadari atau niat kita yang belum lurus.  “Jangan berputus asa akan Rahmat Allah!”. Maka dari itu jangan bosan untuk berdo’a atas keinginan kita, toh Yang Maha Mendengarkan pun tidak akan pernah bosan mendengarkan. Sadarkah kita bahwa banyak nikmat dari-Nya yang tidak pernah kita minta tetapi Allah Swt. memberinya? Nah apalagi kalau kita meminta…
Apapun prospeknya, Allah lah sandarannya... setuju atau sangat setuju? J

oleh: Dini Fitrah Eristanti


Mahasiswi KKI 2012

Minggu, 10 November 2013

Semarak Milad Muhammadiyah ke 104






Warga Muhammadiyah se - Yogyakarta memperingati Milad Muhammadiyah ke 104 di Gedung Sportorium UMY
UMY­_Bantul, (10/10/13) Sportorium Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dipenuhi oleh Warga Muhammadiyah dari  berbagai wilayah di Yogyakarta. Sebagai sentral acara resepsi Milad Muhammadiyah yang ke 104, Sportorium UMY dipadati oleh lebih dari 12.000 warga Muhammadiyah. Acara dimulai  pada pukul 08.30 WIB.
Drum band SD Muhammadiyah Sokonandi menyambut segenap warga Muhammadiyah  yang datang di pintu masuk Sportorium. Diva mengaku senang bisa tampil di acara Milad Muhammadiyah ini. “senang ketemu banyak orang,” pungkas siswi kelas 5 SD Muhammadiyah Sokonandi ini.
Milad Muhammadiyah kali ini mengusung tema “ Meraih Kemenangan Untuk Kemajuan Bangsa.” Imam Mahdi selaku ketua panitia Milad memaparkan, jika Milad Muhammadiyah ke 104 ini kental dengan budaya Jawa, itu karena Jawa erat kaitannya dengan kelahiran Muhammadiyah. Dalam sambutannya, Mahdi mengungkapkan  harapannya terhadap Muhammdiyah agar mampu menjadikan masyarakat Indonesia berislam dengan Islam yang sesungguhnya.
Panampilan  Angkatan Muda Muhammadiyah dari berbagai sekolah Muhammdiyah pada resepsi Milad Muhammadiyah ini semakin memeriahkan acara. Karawitan dari SMK Muhammadiyah Yogyakarta, nasyid acapella dari kader IMM, band dari SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta dan Team Keroncong Lek Muh PRM Suronatan. Pengajian yang dibawakan oleh ustadz Khoiruddin Bashori menjadi acara inti dari peringatan 104 tahun Muhammadiyah ini. TV LED, lemari es, mesin cuci dan beberapa elektronik lainnya menjadi doorprize yang dibagikan oleh panitia dipenghhujung acara. (icc crew)